top of page

Penjual Kembang Gula & Remote Control


Dosen Bukan Remote Control

Seringkali asumsi menjadi dosen adalah dapat mengontrol mahasiswanya. Sehingga secara normatif berdengung di telinga kita bahwa mahasiswa harus giat belajar, harus banyak latihan, dll. Mahasiswa yang penurut akan menjadi impian para Dosen. Mahasiswa yang tertib kehadiran badannya, tanpa keterlibatan pikiran dan keseluruhan perasaan adalah idaman para Dosen. Suasana kelas tenang, tanpa ada pro-kontra diskusi materi pembelajaran adalah angan-angan para Dosen. Hingga tingginya nilai mata kuliah bahkan nilai IPK adalah cermin kesuksesan para Dosen.

Dosen bukanlah remote control yang mampu mengendalaikan tubuh, pikiran, dan perasaan mahasiswa. Kontrol yang baik adalah menanamkan kemandirian belajar. Bahwa belajar bukan kewajiban mahasiswa, tapi kebutuhan masa depannya. Sebuah yang penting namun banyak diabaikan dalam praktik pengajaran.

Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan.

–Tan Malaka

Super Hero Itu Dosen

Dosen bukan hanya memerintah mahasiswanya untuk belajar dan berlatih, tapi Dosen juga harus bersedia untuk terus belajar. Karena mendidik bukan hanya kewajiban, tapi karena yang tersulit adalah mendidik diri sendiri setiap hari, untuk belajar. Perkataan yang baik memang mudah diucapkan, namun laku bijak yang harus diajarkan dapat menjadi jebakan pendidik dalam pendidikan.

Dosen memang kenyang pengalaman, ia pernah menjadi mahasiswa, pernah kuliah, bahkan menjadi orangtua. Tapi dalam takaran tertentu, semua ada porsinya sebagai opini dengan asumsi terbatas. Bahwa pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan. Dibutuhkan riset sebelum menjadi laku dasar pengajaran.

"With great power comes great responsibility." This is my gift, my curse.

–Spiderman

Kembang Gula Pendidikan

Belajar bagi mahasiswa bukan hanya untuk menghadapi tantangan berupa UTS, UAS, dan Sidang Skripsi. Picu pacu belajar bukan untuk meraih nilai setinggi-tingginya (alih-alih) demi nama mahasiswa, yang sebenarnya juga untuk nama harum kampus. Namun bagaimana memupuk kebutuhan dan kemandirian belajar meski kuliah telah usai, meski secarik ijazah sudah didapat.

UTS dan UAS (bahkan sidang Skripsi) bukanlah tujuan pendidikan. Itu semua fase yang muncul musiman dan terus berulang. Namun kenyataannya, UTS, UAS, hingga sidang skripsi adalah kepanikan repetitif dan berkepanjangan bagi mahasiswa.

Jika iming-iming pendidikan hanyalah nilai ujian dan IPK, bukan menggali potensi dan mengembangkan kemandirian dalam belajar dan berlatih, mungkin ini yang disebut pendidikan sebagai kembang gula.

The roots of education are bitter, but the fruit is sweet.

–Aristoteles

Memilih Benar Daripada Bahagia

Kalau lebih jujur, sebenarnya mahasiswa tahu mana yang harus diperjuangkan. Tapi berbagai tuntutan kampus membuat mereka memilih tidak berdaya. Sebagian dari mereka kemudian menyerah dan memilih untuk memenuhi berbagai tuntutan meski sebenarnya itu menyiksa pikiran dan hati nurani. Tanpa menutup mata, tak sedikit dari mahasiswa yang terus keras kepala, terus maju berlatih dan belajar untuk memperjuangkan esensi dari pendididikan, yaitu mendapatkan kesempatan untuk memahami makna dan berdaya menyelesaikan masalah.

Kesejatian dosen adalah ketika menyaksikan mahasiswanya bahagia dalam belajar, ketika menyaksikan mahasiswanya menjadi pribadi tangguh menghadapi tantangan, dan ketika mahasiswanya mampu mandiri belajar dan berkarya.

Aspek aktualisasi potensi dan mendorong kontribusi diri dari mahasiswa belum menjadi prioritas dalam dunia pendidikan kita, mungkin.

–@papameong

Salam.

reading, listening, silence.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page