Diskresi#4: SEBUAH SENI TANPA SENI
Prolog: Diecky K. Indrapraja
Mungkin memang ada sebuah seni tanpa seni, mungkin juga itu (hanya) ilusi –tak pernah ada. Keberadaan yang tiada, ataupun ketiadaan yang ada tersebut kerap menjadi paradoks di kehidupan. Seni hadir sebagai trivial diantara hiruk pikuk kesibukan. Ia yang misterius. Di satu sisi bersifat elusif, di sisi lain ia memiliki utilitas yang tinggi. Tahun 1917, dunia seni rupa digemparkan oleh Marcel Duchamp dengan karya Fountain 1917. Tahun 1952, dunia seni musik dihebohkan oleh John Cage dengan karya 4’33. Tahun 1956, dunia teater diriuhkan oleh Samuel Beckett dengan karya Act Without Words. Selain itu, disiplin seni-seni lainnya tentu telah “berbuat” hal yang nyaris sama. Orang awam menyatakan seni hanya wahana hiburan yang untuk dinikmati saja. Sementara kalangan terpelajar terus berupaya mencari definisi dan batasan seni. Sudah menjadi kodrat bahwa konsepsi seni terus bergerak, dinamis, dan berubah. Maka saat seni telah terdefinisikan dan batasan ditetapkan, mungkin seni itu sendiri telah berubah. Paling tidak ada tiga pendekatan untuk mengusik “seni tanpa seni”. Pertama, seni sebagai pseudo seni; kedua, seni sebagai avant-garde; ketiga, seni sebagai (ungkapan) satir. Di ranah mana kita memandang seni? Di konteks mana kita memilih pandangan seni tersebut? Meskipun nasib seni ter-marginal-kan, tak dapat dipungkiri bahwa seni adalah penanda utama peradaban sepanjang sejarah manusia. Sejak zaman manusia penghuni gua yang pralingustik, hingga zaman manusia penghuni kota yang supralingustik. Diam-diam, seni telah merasuk menjadikan kita menjadi kita, --manusia. ---- Sebagai penutup, pilihan diksi “seni” bisa jadi sebagai trigger untuk polaritas diksi lainnya. Meski diskusi memang harus punya kerucut.
Misal:
Bagaimana jika kata “seni” diganti kata “pendidikan” –Sebuah Pendidikan Tanpa Pendidikan;
Bagaimana jika kata “seni” diganti kata “agama” –Sebuah Agama Tanpa Agama;
Bagaimana jika kata “seni” diganti kata “cinta” –Sebuah Cinta Tanpa Cinta;
Ah… Yuk, kita obrolin santai sambil ngopi, asal jangan secangkir kopi tanpa kopi. Nah!